Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat serta Regulasi yang Mengaturnya dalam Masyarakat Informasi di Indonesia

Kebebasan berekpresi dan berpendapat di Indonesia yang diiringi dengan akses media informasi dan komunikasi via internet dan sosial media membuat suatu perubahan komunikasi antar masyarakat. Menurut data yang dikutip dari KOMINFO, per tahun 2020 ini pengguna internet di Indonesia 175,5 juta jiwa atau dengan prosentase 65,3% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Banyaknya masyarakat Indonesia yang menjadi pengguna media sosial dan internet mengakibatkan adanya suatu pergeseran fungsi dan peran dari masyarakat internet atau netizen itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat pada era 4.0 ini mejadikan suatu pola komunikasi dan membentuk suatu era masyarakat informasi yang interaktif dan dinamis. Kemudahan akses informasi akan menjadikan masyarakat untuk mengeluarkan opini dan pendapat serta informasi personalnya kepada masyarakat lain dan dapat menanggapi pula konten dari netizen lainnya, fenomena ini disebut dengan budaya patisipasi.

Budaya partisipasi di masyarakat informasi ini mengakibatkan impaksi yang mana masyarakat internet atau netizen dapat memproduksi dan mendistribusi informasi dan dapat memegang control sendiri. Masyarakat akan seolah bebas dalam mengkontruksikan dan merepresentasikan dirinya sendiri di internet dan media sosial. Fenomena kebebasaan dalam produksi dan pendistribusian informasi dalam internet dan media sosial menyebabkan konten informasi yang tersebar tidak dapat untuk dikendalikan dan seolah tidak ada batasan yang mengatur. Hal ini menyebabkan suatu rawan kecenderungan untuk diproduksinya berita palsu atau hoax, entah hanya untuk kepentingan pribadi yang bersifat tak sengaja atau memang untuk kepentingan organisasi dan politik didalamnya. Di Indonesia, media yang terindikasi menyebarkan berita palsu dan ujaran kebencian terdapat 800.000 situs.

Selanjutnya jika dilihat dari penyebaran kesimpang-siuran informasi (isu) yang berujung pada berita palsu atau hoax, pada kasus ini merepresentasikan sebuah informasi yang masih berupa asumsi yang belum valid dan belum dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya. Jadi dapat dikatakan bahwa jika perseorangan atau kelompok orang sengaja untuk memproduksi dan mendistribusi isu ini akan dapat dituntut ke jalur hukum karena hal ini telah diatur dalam UU ITE Tahun 2008 pasal 27, 28, dan 29 (sekarang telah direvisi menjadi UU ITE Nomor 11 tahun 2016) bahwa setiap orang yang sengaja mendistribustikan dan memproduksi berita atau informasi yang inkredibel dan tidak valid kebenarannya serta bermuatan menghina dan mencemarkan nama baik seseorang akan dikenai sanksi dan denda yaitu pidana maksimal 4 tahun penjara dan denda paling banyak 750.000.000 rupiah. Oleh karena itu, kebebasan berekspresi dan berpendapat juga harus mengetahui bahwa batasan dari kebebasan tersebut adalah ada hak orang lain yang membatasi dan juga terdapat undang-undang yang telah mengatur sedemikian rupa untuk menciptakan ruang public yang sehat dan tetap kondusif di negara Indonesia. (znm)

Share